Rumusstruktur senyawa 3,4-dimetil-2-pentanon. Perhatikan rantai utama terdiri dari 5 atom karbon (penta), pada atom karbon nomor 2 terdapat gugus keton, - Candi Cangkuang adalah candi Hindu yang berada di Jawa Barat, tepatnya di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut. Bangunan ini merupakan candi yang pertama kali ditemukan di tanah Sunda dan menjadi candi Hindu satu-satunya di Sunda. Candi Cangkuang merupakan peninggalan kerajaan Sunda pertama yaitu Kerajaan bercorak Hindu, di dekat lokasi Candi Cangkuang terletak makam Embah Dalem Arief Muhammad, yaitu pemuka agama Islam yang dipercaya sebagai leluhur penduduk Desa Cangkuang. Nama Candi Cangkuang diambil dari nama desa tempat candi ini berada. Kata 'Cangkuang' sendiri adalah nama tanaman sejenis pandan, yang banyak terdapat di sekitar makam Arief Muhammad. Baca juga Candi Ijo Sejarah, Fungsi, dan Kompleks BangunanSejarah Candi Cangkuang Sejarah penemuan Candi Cangkuang bermula dari 1966, saat tim peneliti Harsoyo dan Uka Candrasasmita melakukan penelusuran berdasarkan laporan Vorderman, yang terbit pada 1893. Dalam laporan itu, disebutkan bahwa ada sebuah arca yang rusak serta makam leluhur Arief Muhammad di Leles. Diperkirakan bahwa Candi Cangkuang adalah peninggalan agama Hindu dari sekitar abad ke-8. Sedangkan fungsi Candi Cangkuang adalah sebagai tempat pemujaan terhadap Dewa Siwa dan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu lainnya. Penelitian itu dilanjutkan pada 1967 dan 1968. Pada awalnya, hanya terlihat adanya batu yang merupakan reruntuhan bangunan candi dan di sampingnya terdapat sebuah makam kuno berikut sebuah arca Syiwa yang terletak di tengah reruntuhan. Namasenyawa sr(sbo3)2. Question from @Adekhairunnisa7 - Sekolah Menengah Atas - Kimia

- Prasasti Canggal adalah prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang ditemukan di Gunung Wukir, Desa Canggal, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Masyarakat sekitar sering menyebutnya dengan sebutan Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya. Sebab, prasasti berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi ini dibuat ketika Mataram Kuno diperintah oleh Raja Canggal ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Adapun fungsi Prasasti Canggal yang merupakan prasasti pertama yang dikeluarkan Raja Sanjaya ini adalah untuk memperingati pendirian lingga di atas Bukit Sthirangga. Baca juga Prasasti Karang Berahi Sejarah, Isi, dan Terjemahan Sejarah Prasasti Canggal berupa batu berwarna kuning kecoklatan yang berbentuk persegi empat pipih atau stele dengan bagian tepinya telah diratakan. Selain itu, permukaan bidang yang berisi tulisan isinya juga telah diratakan dan diupam, sementara bagian atasnya dibentuk lengkung kurawal. Saat penemuannya pada 1879, Prasasti Canggal kondisinya terbelah menjadi dua bagian. Pecahan pertama ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir, sedangkan pecahan terbesar ditemukan di Desa Canggal, yang letaknya di kaki gunung. Prasasti Canggal diidentifikasi sebagai prasasti tertua kedua di Pulau Jawa setelah prasasti Tuk Mas. Setelah ditemukan dan disatukan, Prasasti Canggal kini disimpan di Museum Nasional di Jakarta. Baca juga Prasasti Dinoyo Sejarah, Isi, dan Terjemahan Isi Prasasti Canggal Prasasti Canggal menjadi sumber sejarah yang penting karena menceritakan kehidupan awal di Kerajaan Mataram Kuno. Dijelaskan bahwa yang menjadi raja awalnya adalah Sanna, yang kemudian digantikan oleh Sanjaya anak dari Sannaha yang berasal dari Galuh. Adapun isi dari Prasasti Canggal adalah sebagai berikut. Bait 1 Pembangunan lingga oleh Raja Sanjaya di atas bukit. Bait 2-6 Pemujaan terhadap Dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu. Bait 7 Jawa yang sangat makmur, kaya akan tambang emas dan menghasilkan padi. Pulau itu didirikan candi Siwa demi kebahagiaan penduduk dengan bantuan dari penduduk Kunjarakunjadesa. Bait 8-9 Jawa yang dahulu diperintah oleh Raja Sanna, yang sangat bijaksana, adil tindakannya, perwira perang, murah hati kepada rakyatnya. Ketika meninggal dunia negara berkabung, sedih kehilangan pelindung. Bait 10-11 Pengganti Raja Sanna adalah putranya bernama Sanjaya yang diibaratkan sebagai matahari. Kekuasaanya tidak langsung diberikan kepada Sanjaya, melainkan melalui saudara perempuannya Sannaha. Bait 12 Kesejahteraan, keamanan, dan ketenteraman negara. Rakyat dapat tidur di tengah jalan, tanpa takut akan pencuri dan penyamun atau akan terjadi kejahatan lainnya. Rakyat dapat hidup senang. Baca juga Prasasti Nalanda Lokasi Penemuan, Isi, dan Maknanya Prasasti ini juga menceritakan Raja Sanjaya yang memerintahkan mendirikan sebuah lingga lambang Siwa di Kunjarakunja. Kunjarakunja dapat diartikan sebagai tanah dari pertapaan Kunjara yang diidentifikasi sebagai tempat pertapaan Resi Agastya yang berasal dari India selatan. Pendirian lingga ini sebagai rasa syukur bahwa Sanjaya telah dapat membangun kembali kerajaan dan bertakhta dengan aman, setelah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya. Bait-bait awal Prasasti Canggal berisi puji-pujian kepada Dewa Siwa, Brahma, danWisnu trimurti, yang menandakan bahwa agama yang dipeluk Raja Sanjaya dan rakyatnya adalah Hindu Siwa. Prasasti Canggal merupakan sumber tertulis tertua yang menyebut Pulau Jawa atau Yawadwipa, yang dipuji sangat subur, kaya akan tambang emas, dan menghasilkan gandum atau padi. Referensi Rahardjo, Supratikno 2011. Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir. Jakarta Komunitas Bambu. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Didaerah Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali terdapat sebuah cagar budaya yang sampai saat ini kurang begitu dikenal. Bahkan lokasi ini agak dijauhi warga karena dianggap “wingit”. Namun, jika mau dikaji lebih jauh, lokasi ini sebenarnya menyimpan data-data arkeologis yang penting untuk melacak kembali keberadaan sebuah kerajaan yang
- Kerajaan Kutai diyakini sebagai kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Keberadaannya dibuktikan lewat berbagai peninggalan seperti arca dan prasasti. Dilansir dari Peninggalan Bersejarah di Indonesia 2019, peninggalan sejarah Kerajaan Kutai yang paling penting yakni tujuh yupa yang ditemukan di sekitar Muara Kaman, Kalimantan Kutai disepakati para ahli sejarah sebagai awal masa sejarah Indonesia karena pada kerajaan tersebut digunakan tulisan/huruf Pallawa pada prasasti Yupa. Yupa adalah tiang batu yang bertuliskan berita tentang Kerajaan Kutai. Yupa ditulis dengan huruf Pallawa yang merupakan bahasa Sansekerta. Huruf Pallawa banyak digunakan di India Selatan. Dalam salah satu Yupa, ada kata "Waprakeswara". Menurut ahli, Waprakeswara adalah lapangan luas tempat pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Hindu. Keterangan yang dapat dikemukakan untuk mendukung kesimpulan bahwa corak kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Kutai adalah Hindu di antaranya ppacara selamatan diadakan di atas sebidang tanah Wavrakesywara. Baca juga Kerajaan Kutai Kerajaan Hindu Tertua di Nusantara Dengan demikian diketahui bahwa Kerajaan Kutai menganut Agama dari Pengantar Sejarah Kebudayaan 2 1995, Yupa memuat cerita tentang raja-raja Kutai. Sang Maharaja Kudungga mempunyai putra yang diberi nama Aswawarman, seperti nama Dewa Matahari, Asuman. Aswawarman punya tiga putra, seperti tiga api suci. Salah satu putranya yakni Mulawarman, menjadi raja. Mulawarman dikenal sebagai raja yang baik, kuat, dan berkuasa. Ia mengadakan banyak perayaan. Untuk memperingati perayaan itulah, yupa didirikan oleh para Brahmana. Peninggalan lain yang ditemukan yakni keramik dan kalung dari China. Kemudian beberapa arca seperti arca bulus, arca Ganesha, dan arca dewa-dewa Trimurti. Peninggalan-peninggalan itu menguatkan Kerajaan Kutai mendapat pengaruh dari Asia Selatan India dan Asia Timur China. Ada pula 12 arca batu ditemukan di gua Gunung Kombeng, Kalimantan Timur. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Menurutsaya jawaban A. Dewa Tri Murti adalah jawaban yang kurang tepat, karena sudah terlihat jelas antara pertanyaan dan jawaban tidak nyambung sama sekali. Menurut saya jawaban B. Tri Purusa adalah jawaban yang paling benar, bisa dibuktikan dari buku bacaan dan informasi yang ada di google.
Kompleks Candi Prambanan dari atas. Dok. Bakti Lingkungan Djarum Foundation. BANGUNAN untuk Dewa Siwa akhirnya memperlihatkan bentuknya. Berkat dukungan masyarakat yang ikut memberikan sumbangan, ratusan pekerja bisa merampungkan pembangunan. Bangunan itu begitu indah berkilau. Sungai yang tadinya mengaliri halaman dialihkan sehingga menelusuri sisi-sisi halamannya. Dua bangunan kecil terdapat pada pintu gerbangnya. Sejumlah bangunan kecil lainnya yang juga indah menjadi tempat bertapa. Bangunan-bangunan kecil berderet bersap-sap mengitari bangunan induk. Sama semua bentuknya. Di sebelah timur candi induk tumbuhlah pohon tanjung Ki Muhur yang baru setahun umurnya. Keindahannya menyamai pohon parijataka milik Dewata. Di sinilah tempat turunnya sang dewata. Demikianlah Prasasti Siwagrha 778 Saka/856 M bercerita tentang pembangunan rumah bagi Dewa Siwa Siwagrha. Para arkeolog mengaitkan kuil dalam prasasti itu dengan Kompleks Candi Prambanan. Tri Hatmadi dalam Pelapukan Batu Candi Siwa Prambanan dan Upaya Penanganannya menyebut gugusan candi, yang menurut prasasti ada di dekat sungai, mengingatkan pada Kompleks Candi Prambanan dengan Sungai Opak di sebelah baratnya. Deretan candi yang bersap sejauh ini juga cuma ada di Kompleks Candi Prambanan. Dan hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pembangunan Candi Prambanan adalah pekerjaan mahabesar dalam peradaban masyarakat Jawa Kuno. Dekat Sungai Candi Prambanan sebagaimana pula kebanyakan candi lainnya, dibangun di dekat sungai. Candi dan air punya hubungan yang akrab. Air merupakan elemen penting dalam pemujaan Hindu. Tak hanya digunakan dalam persembahan, tetapi para pendeta pun membutuhkannya untuk menyucikan diri sebelum melakukan ritual. Mundardjito, arkeolog Universitas Indonesia, dalam disertasinya berjudul “Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di Daerah Yogyakarta Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro”, menyebutkan dalam kitab Manasara-Silpasastra yang berisi aturan-aturan pembangunan kuil di India, menjelaskan bahwa sebelum suatu bangunan kuil didirikan, harus lebih dahulu dinilai kondisi dan kemampuan lahannya. Kitab itu mengharuskan pula keletakan kuil berdekatan dengan air. Kitab Silpa Prakasa bahkan menekankan, lahan yang tanpa sungai harus dihindari ketika mendirikan kuil. “Karena air mempunyai potensi untuk membersihkan, menyucikan, dan menyuburkan,” jelas Mundarjito. Dijelaskan pula oleh arkeolog R. Soekmono dalam disertasinya “Candi, Fungsi dan Pengertiannya”. Jika air dari sumber alam tak tersedia maka kolam atau waduk buatan harus dibangun. “Tempat suci itu suci karena kualitas situsnya, bangunan candinya nomor dua,” tegasnya. Ibukota Baru Sementara Veronique Myriam Yvonne Degroot, arkeolog dari lembaga penelitian Prancis Ecole Francaise d'Extreme-Orient EFEO, dalam disertasinya di Universitas Leiden berjudul “Candi, Space, and Landscape a Study on the Distribution, Orientation, and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains”, berpendapat pemilihan lokasi pembangunan Kompleks Candi Prambanan juga beriringan dengan pergeseran pemerintahan kala itu ke arah timur dataran Kedu. “Kompleks Candi Prambanan mungkin mulai dibangun paruh kedua abad ke-9,” katanya. Katanya, sekira tahun 820 Prasasti Sragen dan setelah 855, peninggalan candi dan prasasti mulai bermunculan di sebelah timur Prambanan. “Candi-candi besar yang lebih muda, seperti Plaosan Lor dan Prambanan dibangun, menunjukkan perluasan ke timur lingkungan pengaruh Hindu-Buddha,” jelasnya. Dalam Prasasti Siwagrha disebutkan tentang raja yang mendirikan istana baru Medang di Mamrati. “Bisa jadi teks tersebut merujuk pada pemindahan ibukota dari kawasan Muntilan ke kawasan Prambanan,” jelas Degroot. Perpindahan ke wilayah yang lebih ke timur ini, menurut Degroot, bisa dilihat sebagai langkah pertama dari perpindahan kekuasaan di Jawa Tengah ke Jawa Timur. Sampai kemudian pada era Mpu Sindok atau Sri Isyana Vikramadhammatunggadeva sekira 929 M, kerajaan dipindahkan ke wilayah Jawa Timur sekarang. Banyak pendapat soal alasan kepindahannya. Tapi kalau menurut arkeolog Roy Jordan dalam Memuji Prambanan, tidak mungkin candi ini dibangun dalam jangka pendek antara 855-856. Pembangunan mungkin dimulai sejak masa Rakai Pikatan, ayah Rakai Kayuwangi, atau malah pendahulunya. “Boleh jadi beberapa dasawarsa sebelumnya,” kata Jordan. Sejauh ini Prasasti Siwagrha memang hanya menginformasikan bahwa Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala merupakan raja Mataram Kuno Medang yang meresmikan Candi Prambanan pada 856 M. Soal siapa peletak batu pertama kuil suci bagi Siwa ini tak diketahui dengan jelas Nasib Candi Prambanan semakin tak jelas seiring perpindahan pusat pemerintahan ke Jawa Timur. Prambanan yang menjadi simbol masa keemasan Mataram Kuno ditinggalkan tanpa diketahui musababnya. “Adakah disebabkan kerusakan bangunan akibat bencana gempa, peperangan, ataukah kondisi politik-ekonomi-sosial yang pada akhirnya menyebabkan Prambanan tenggelam dalam sejarah selama belasan abad,” tulis Ni Luh Nyoman Rarianingsih dan Kayato Hardani dalam Membangun Kembali Prambanan. Enam abad berlalu sejak peresmian Kuil Siwa oleh Rakai Kayuwangi. Kisah tentang bangunan candi yang terbengkalai di pedalaman Jawa Tengah diperdengarkan oleh Mpu Tanakung, penyair istana dari Jawa Timur pada abad ke-15. Mpu Tanakung bercerita tentang sebuah kompleks percandian dari masa purbakala yang berdiri tegak di dekat sebuah sungai yang mengalir dari sebuah gunung. Gapura-gapuranya yang berbentuk makara telah tumbang dan hancur. Tembok-temboknya hampir runtuh. “Kepala-kepala raksasa itu seolah menangis. Raut mukanya tertutup tetumbuhan yang menjalar. Patung-patung penjaga di dekat gapura-gapuranya tumbang. Rata dengan tanah, seolah tak kuat lagi dan sedih,” catatnya. Bagi arkeolog Roy Jordan, penggambaran yang ditulis Mpu Tanakung dalam karyanya, Siwaratrikalpa, memiliki banyak kesamaan dengan Candi Prambanan. “Kalau melihat relief- relief, aduh, sungguh menyayat hati…,“ kata Mpu Tanakung. “…Candi utama menjulang tinggi, tetapi rumput liar merimbun di puncaknya.” Selain harus berserah diri pada kehendak alam, Prambanan mengalami nasib buruk setelah berabad-abad tak terpelihara. Arca-arcanya dicuri. Perigi-perigi dibongkar, dijarah isinya. Tak terbilang berapa blok batu yang dimanfaatkan untuk fondasi atau pagar bangunan baru. Kegiatan penanaman kembali beberapa bibit tanaman di areal Candi Bubrah yang terletak berdekatan dengan Candi Prambanan. Turut pula menghadirkan youtuber Andovi da Lopez. Dok. Bakti Lingkungan Djarum Foundation. Mengembalikkan Keindahan Baru pada 1918 ada upaya mengembalikan keindahan candi yang melegenda sebagai buah karya Bandung Bondowoso. Restorasi awal dipimpin oleh orang Belanda bernama Bosch. Lalu pada 1938, usaha yang lebih sistematis dilakukan di bawah pimpinan van Ramondt. Selama proses pembangunan kembali, sejumlah biro perjalanan wisata menawarkan Candi Prambanan sebagai tujuan kunjungan. Khususnya untuk wisatawan Eropa. Di antaranya biro wisata dari Batavia Jakarta dan Surabaya. Mereka menerbitkan brosur panduan wisata yang terbit sekira 1900 dan 1918. Candi Prambanan atau yang mereka sebut dengan Brambanan, Brambanam, atau kadang Brambanang masuk sebagai objek yang layak dikunjungi. “Brosur-brosur berilustrasi foto tersebut sudah memuat informasi singkat sejarah dan latar belakang agamanya yakni agama Hindu,” catat Ni Luh Nyoman Rarianingsih dan Kayato Hardani. Kunjungan wisata ke Prambanan didukung semakin berkembangnya kereta api. Jalur rel yang menghubungkan Yogyakarta-Surakarta dengan Semarang telah ada sejak 1870-an dikelola oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappi NISM. Kini, akses menuju Prambanan semakin mudah. Setiap orang yang akan melintas dari Yogyakarta menuju Solo pasti akan melewati Candi Prambanan. Letaknya ada di perbatasan timur Yogyakarta. Akan tampak di sana Candi Siwa, yang terbesar berada di tengah sebagai pusat, diapit Candi Wisnu di sebelah utara dan Candi Brahma di sebelah selatan. Di depan ketiga candi itu ada tiga candi yang lebih kecil. Pada pintu gerbang utara dan selatan terdapat dua candi lagi. Candi Apit sebutannya. Kemudian ada candi-candi kecil yang letaknya di delapan penjuru mata angin. Beratus tahun setelah pembangunannya kembali, Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Untuk menambah keindahan dan kenyamanan bagi pariwisata, usaha penghijauan kawasan candi pun dilakukan. Berbagai macam pohon dan bibit semak ditanam di Kompleks Candi Prambanan setahun lalu melalui Gerakan Siap Darling Siap Sadar Lingkungan yang diinisiasi oleh Bakti Lingkungan Djarum Foundation. Paling tidak 25 varietas dari 250 pohon dan 5,000 semak berbunga ditanam serentak. Trembesi, flamboyan merah, kecrutan, tanjung, sawo manila, sawo kecik, melinjo, manga, flamboyan kuning, bodhi, nagasari, kepel, waru merah, kamboja putih, keben, maja, dan cassia javanica merupakan tanaman yang dipilih untuk menghijaukan kawasan Prambanan. Penanaman dilakukan dengan menggandeng ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta. Harapannya kegiatan ini bisa mendorong generasi muda untuk semakin mencintai dan menghargai warisan para leluhur. Menariknya beberapa pohon itu rupanya pernah pula ditanam pada masa Candi Prambanan difungsikan. Tanjung tersua dalam Prasasti Siwagrha tentang pohon tanjung yang tumbuh di timur candi induk Siwagrha. Lalu pohon mangga teridentifikasi pada relief cerita Kresnayana yang terpahat pada dinding Candi Wisnu. Itu sebagaimana yang oleh arkeolog Hari Setyawan dalam “Prasasti dan Naskah Jawa Kuno sebagai Alat Interpretasi Penggambaran Jenis Tanaman pada Relief Cerita Candi Prambanan”, Menggores Aksara, Mengurai Kata, Menafsir Makna ketahui dari bentuk daun, arah tumbuh cabangnya, dan bentuk buahnya. Pohon mangga dan pohon waru juga terpahat di relief cerita Ramayana pada dinding Candi Siwa dan Brahma. Kini, bangunan bagi Siwa itu telah kembali sempurna, indah berkilau. Semoga ia tak lagi dilupakan, terus diingat dan dirawat sebagai bukti pekerjaan mahabesar dalam peradaban masyarakat Jawa Kuno.*
Prasastiini memiliki isi sebanyak 12 bait yang di dalamnya menerangkan mengenai berdirinya dinasti Sanjaya sebagai penguasa di wilayah Jawa serta berisikan mengenai sistem kepercayaan yang dianut oleh kerajaan Mataram Kuno. Pada bait kedua hingga bait keempat, berisikan syair mengenai pemujaan terhadap Dewa Siwa.

Jombang - Setelah ekskavasi selama 10 hari, tim arkeolog menyimpulkan, Situs Watu Kucur di Jombang adalah bekas bangunan suci Agama Hindu. Tempat pemujaan Dewa Siwa dan Dewi Parwati ini diperkirakan berasal dari zaman jauh sebelum Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB Jatim Muhammad Ichwan mengatakan, bangunan kuno di Situs Watu Kucur merupakan bangunan suci Agama Hindu Siwa. Pada zaman dulu kala, bangunan ini digunakan untuk memuja Dewa Siwa dan Dewi tersebut dibuktikan dengan temuan batu yoni di Situs Watu Kucur. Batu berdimensi 100x100x96,5 cm itu merupakan representasi Dewi Parwati. Sayangnya, batu lingga sebagai perwujudan Dewa Siwa sampai saat ini belum ditemukan. Hanya terdapat lubang tempat lingga berukuran 25,5 x 25,5 cm dan sedalam 49 cm tepat di tengah permukaan yoni."Penyatuan lingga dan yoni melambangkan kesuburan dan sarana pemujaan terhadap Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Ini latar belakangnya Agama Hindu Siwa," kata Ichwan kepada detikcom di lokasi ekskavasi, Sabtu 16/10/2021.Berbeda dengan yoni di Situs Bhre Kahuripan, Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Mojokerto, yoni Situs Watu Kucur sangat sederhana. Karena yoni di Situs Watu Kucur dibuat polos tanpa hiasan ukiran."Kami belum bisa memastikan ini tempat pemujaan bagi masyarakat kalangan apa. Apakah bangunan suci di kota atau di tempat yang jauh dari kota kami belum bisa memastikan karena belum ada data pendukungnya," terang hari terakhir ekskavasi, Ichwan belum bisa memastikan masa pembangunan tempat pemujaan yang ditemukan di Situs Watu Kucur. Karena tim arkeolog belum mendapatkan petunjuk apapun sebagai dasar periodesasi struktur purbakala ini."Kami belum bisa memastikan apakah dari masa Majapahit atau sebelum Majapahit. Karena kami belum dapatkan informasi, baik berupa inskripsi angka tahun di sini, maupun objek ini disebutkan dalam Prasasti apa, dibangun pada masa siapa," Situs Watu Kucur, lanjut Ichwan, baru sebatas dengan menganalisis karakter bata merah yang digunakan membangun struktur pada masa lalu. Terdapat tiga macam ukuran bata merah kuno di situs ini. Yaitu 29x19x5 cm, 36x21,5x7,5 cm, serta 30x20,5x9 cm. Tempat pemujaan ini disinyalir dibangun pada masa Mpu Sindok, penguasaan Kerajaan Medang.

21 Bentuk Sistem Kepercayaan Romawi Kuno. Kota Roma yang menjadi pusat kebudayaan Romawi terletak di muara sungai Tiber. Waktu berdirinya Kota Roma yang yang terletak di lembah Sungai Tiber tidak diketahui secara pasti. Legenda menyebut bahwa Roma didirikan dua bersaudara keturunan Aenas dari Yunani, Remus dan Romulus. Pembahasan Pembahasan Prasasti Canggal merupakan salah satu bukti sejarah akan eksistensi & kebesaran kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini mempunyai isi sebanyak 12 bait yg di dalamnya menandakan mengenai berdirinya dinasti Sanjaya sebagai penguasa di kawasan Jawa serta berisikan mengenai sistem iman yg dianut oleh kerajaan Mataram Kuno. Pada bait kedua hingga bait keempat, terdiri dari syair perihal pemujaan terhadap Dewa Siwa. Dengan adanya bait tersebut maka mampu ditarik kesimpulan bahwa Kerajaan Mataram Kuno bercorak Hindu. Kaprikornus, tanggapan yg sempurna yakni C . 57 116 366 313 155 47 352 202

kesimpulan terhadap pembangunan tempat pemujaan dewa siwa di canggal adalah